Minggu, 06 Februari 2011

Pendidikan Gratis

PROBLEMATIKA PENDIDIKAN GRATIS
Kebijakan pemerintah untuk mengratiskan pendidikan dasar, yakni SD dan SMP mendapat respon positif dari masyarakat terutama masyarakat miskin. Karena dengan kebijakan tersebut , masyarakat miskin dapat diuntungkan dalam hal finansial. Kebijakan pndidikan gratis di SD dan SMP merupakan amanat dari UUD 1945 pasal 31 dan UU Sisdiknas, karena dalam UU Sisdiknas jelas dikatakan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya dana guna penyelenggaraan pendidikan bagi tiap-tiap warga Negara yang berusia 7 – 15 tahun. Selain jamin dalam UU, pada tingkat internasional, Indonesia adalah salah satu negara yang telah mengesahkan International Covenant on Economic,Social and Culture Right.
Pada implementasi, pendidikan gratis mengandung sejumlah persoalan. Dari sisi kata gratis, benarkah pendidikan dapat benar-benar gratis. Masyarakat menafsirkan kata gratis alias tidak perlu membayar sama sekali. Sementara yang dimaksud dengan pendidikan gratis oleh pemerintah hanyalah pembebasan dari biaya SPP. Tetap ada pembiayaan-pembiayaan pribadi. Artinya, uang gedung, pengadaan buku, perlengkapan sekolah, ekstrakurikuler, ujian sekolah, bahkan praktikum pasti dibebankan.
Pemerintah Indonesia melalui Menteri Pendidikan telah mencanangkan Pendidikan Gratis bagi sekolah negeri khususnya di tingkat SD (Sekolah Dasar), hal ini merupakan fenomena yang sangat penting untuk dicermati. Pendidikan gratis tentu sangat membantu dan meringankan beban bagi keluarga miskin yang ingin bersekolah tetapi terkendala oleh dana, tetapi dari fenomena yang kita lihat, bahwa pendidikan gratis bukanlah jalan yang terbaik kalau ditinjau dari segi kecerdasan si anak.
2
Banyak orang tua siswa menganggap bahwa pendidikan Sekolah Dasar bukanlah suatu hal yang keharusan lagi atau dasar untuk perkembangan ilmu yang akan dilanjutkan ke depannya, karena mereka menganggap bahwa pendidikan gratis adalah hal yang menyenangkan sehingga para orang tua siswa tidak terlalu memfokuskan anaknya untuk sekolah dan tidak mendorong anaknya supaya pintar, bagaimana tidak pendidikan kan gratis, jadi kapan aja bisa sekolah/masuk jadi tidak perlu takut dipecat dari sekolah karena dimana aja bisa mendaftar gratis pula. Hal ini sangatlah ironis karena pendidikan sekarang ini bukanlah untuk menciptakan orang-orang yang berilmu tinggi tetapi diterapkan pada sistem gratis. Karena pendidikan gratis, maka setiap siswa tidak lagi gigih dalam menuntut ilmu melainkan berleha-leha karena kalaupun dipecat bisa masuk ke sekolah negeri manapun dengan biaya gratis. Pertanyaan sekarang, apakah pemerintah mengharapkan kwalitas pendidikan seperti ini...?
Salah jika pendidikan dianggap gratis. Sebab, bagaimanapun juga, pendidikan memerlukan partisipasi dari semua pihak, termasuk dana masyarakat. Untuk menyelenggarakan pendidikan sesuai dengan PP No 19/2005 tentang standar nasional pendidikan, dikatakan bahwa pembiayaan pendidikan terdiri dari biaya investasi, operasi dan personal. Untuk jenis pembiayaan operasi sudah dapat dibantu oleh pemerinta, tapi biaya investasi tidak semua dapat dilakukan oleh pemerintah dan bahkan biaya personal yaitu biaya yang harus dikeluarkan oleh peserta didik agar dapat mengikuti pendidikan secara berkesambungan dan terus menerus tidak dapat dipenuhi pemerintah oleh sebab itu, pendidikan gratis di Indonesia tidak ada.

3
Biaya pendidikan yang dapat di bantu oleh pemerintah hanyalah berkisar sampai 30 persen dari keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk pendidikan,seperti halnya dengan besaran dana BOS per SD/MI di kota adalah Rp 400.000 per siswa per tahun, sedangkan di kabupaten Rp 397.000. Lalu, besaran dana BOS SMP/MTS senilai Rp 575.000 per siswa per tahun untuk di kota, sementara di kabupaten Rp 570.000. Dana tersebut sudah termasuk BOS untuk pengadaan buku. Idealnya adalah biaya operasional untuk siswa SD di desa adalah Rp 1,8 juta / tahun sedangkan siswa SMP di desa adalah 2,7 juta/siswa/ tahun. Bantuan BOS sangat banyak membawa masalah dan kendala dalam operasional kegiatan belajar mengajar di sekolah. Kegiatan belajar mengajar di sekolah sangat membutuhkan biaya yang besar, sehingga apabila BOS lambat cair, kadang program di sekolah berjalan apa adanya tanpa mempertimbangkan kualitas.
Di sisi lain, yang juga disayangkan, di masyarakat saat ini sudah telanjur terbentuk opini adanya pendidikan dasar gratis (SD-SMP). "Banyak wali murid yang tidak mau lagi berpartisipasi. Akibatnya, sekolah-sekolah favorit kekurangan masukan dana dan kualitasnya dianggap berkurang," ucapnya.
Ironisnya, pelaksanaan pendidikan gratis sangat bergantung pada komitmen pejabat di kabupaten/kota plus ketersediaan anggaran. Meski iklan gencar, tapi kalau pejabatnya tidak peduli, mustahil ada realisasinya. Jika kebetulan sebuah kota/kabupaten mempunyai dana yang cukup, maka pendidikan gratis dapat dilaksanakan sepenuhnya. Maka perlakuan terhadap pendidikan gratis antar daerah tidak dapat disamakan begitu saja.
4
Kebijakan pendidikan gratis terbukti membuat masyarakat lebih reaktif terhadap pendidikan. Meski ada iklan pendidikan gratis, namun pungutan dari sekolah semakin membabi-buta. Di Semarang, pernah terjadi waktu seorang siswa meminta sekolah gratis justru dijawab guru, “minta ke koran atau televisi yang gencar memberitakan sekolah gratis.
Pendidikan gratis hanya bisa mengatasi pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan, tapi dalam hal kualitas,relevnasi pendidikan. efektif dan efisiensi pendidikan ternyata tidak dapat tercapai melalui pendidikan gratis. Kebijakan pendidikan gratis juga akan membuat masyarakat Indonesia sebagai masyarakat yang senang menerima bukan memberi sehingga dapat menghasilkan masyarakat yang dapat menyampaikan kritik, keluhan dan bahkan dapat melumpuhkan sendi-sendi bangsa Indonesia sebagai pekerja yang ulet.
Kebijakan pendidikan gratis menyebabkan masyarakat tidak merasa memiliki tanggungjawab terhadap kelangsungan belajar anaknya di sekolah karena mereka tidak mempunyai kewajiban untuk membayar uang sekolah hal ini sangat kontraproduktif untuk kemajuan pendidikan.
Masalah lain dari pendidikan gratis adalah terkait dengan nasib sekolah swasta. Kebijakan pendidikan gratis berpotensi mematikan sekolah swasta yang bermodal kecil.
Subsidi
Tanpa partisipasi masyarakat mustahil pendidikan gratis dapat terlaksana. Sekolah bermutu tidak pernah bisa gratis, karena berpengaruh terhadap kerja keras siswa dan orangtua meraih pendidikan. Penyelenggaraan pendidikan bermutu tidak
5
lepas dari partisipasi masyarakat. Kata gratis membuat masyarakat enggan berpartisipasi sekaligus membuat masyarakat kian bergantung. Selama ini, masyarakat mengerti gratis tanpa pungutan tambahan, seperti sekarang ini. Pada hal kita tahu bahwa para tokoh pimpinan di negeri ini bukanlah produk pendidikan gratis.
Model ini lebih berkeadilan daripada mengkampanyekan sekolah gratis. Masyarakat dan terutama orangtua adalah pilar penting pendidikan yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Pemerintah sebaikya memberikan sekolah gratis bagis siswa yang berprestasi minimal peringkat 10 besar, maka semua siswa khususnya yang tidak mampu dalam hal ekonomi akan berlomba-lomba untuk belajar dan pintar demi mendapatkan beasiswa tersebut . Hal ini mungkin sangat baik dan mendidik baik bagi orang tua siswa maupun siswa yang bersangkutan.
Pemberian subsidi yang bertanggungjawab yakni program pendidikan gratis dengan sistim pinjaman tanpa bunga bagi pelajar mulai dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi artinya pemerintahan memberikan bantuan sebagai hutang yang harus dilunasi secara bertahap ketika mereka sudah bekerja ataupun berwiraswasta. Program ini disamping dapat mengatasi permerataan pendidikan, juga akan berpengaruh terhadap relevansi pendidikan, kualitas out put/out come serta terjadinya efesiensi pembiayaan pendidikan.

Marthinus Arruan,S.Pd. Guru SDN 004 SGT Utara, siswa program pascasarjana kependidikan UNMUL

Tidak ada komentar:

Posting Komentar